Ada Laporan Narasi Sejarah NU yang Menyimpang, PBNU Tunjuk Ma’arif dan RMI Meneliti
Jakarta, NU Online – Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan untuk membentuk tim yang terdiri dari Lembaga Pendidikan Ma’arif NU dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) untuk meneliti laporan adanya upaya penyimpangan sejarah NU.
Hal itu dikatakan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam konferensi pers usai Rapat Pleno di Hotel Bidakara, Jakarta (28/7/2024).
“PBNU memerintahkan kepada Lembaga Pendidikan Ma’arif dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) atau asosiasi pesantren-pesantren untuk melakukan penelitian menyeluruh terhadap laporan adanya upaya penyimpangan atau membuat narasi yang menyimpang tentang sejarah berdirinya NU,” ujar Gus Yahya, yang didampingi Sekjen PBNU H Saifullah Yusuf, kepada pers.
Bahkan, sambung Gus Yahya, ada laporan bahwa ada buku yang ditulis dan kemudian digunakan sebagai referensi atau bahan ajar di madrasah-madrasah mengenai sejarah pendirian NU yang berisi narasi yang menyimpang dan tidak sesuai dengan yang sesungguhnya.
Jika kemudian terbukti ada penyimpangan, PBNU dengan tegas memerintahkan untuk menarik buku itu dari peredaran di lembaga dan lingkungan NU.
“Kami perintahkan kepada LP Ma’arif dan RMI untuk melakukan penelitian secara menyeluruh dan mendalam dan apabila memang ditemukan buku-buku atau bahan ajar yang seperti itu, ini harus dicabut, harus ditarik dari peredaran, dan tidak boleh dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan NU, karena akan – bukan hanya mengaburkan, bahkan – menyimpangkan sejarah berdirinya NU,” ujar Gus Yahya.
Kiai kelahiran 16 Februari 1966 itu menjelaskan, PBNU mendapat laporan dari warga sejarah tentang adanya sejarah proses berdirinya NU yang menyimpang.
Gus Yahya mengatakan, sebenarnya sudah banyak orang tahu tentang sejarah berdirinya NU, termasuk melalui proses dialog panjang antara Kiai Hasyim Asyari dengan Kiai Kholil Bangkalan, kemudian juga dengan sejumlah kiai, yang semuanya sudah diketahui secara pasti dengan catatan-catatan yang jelas.
“Tapi tiba-tiba ada narasi baru dengan memasukkan cerita baru bahwa ini ada proses yang berbeda dari yang itu, kemudian masukkan juga tokoh-tokoh baru. Nah, ini yang kita anggap menyimpang,” ujarnya.
Menurut Gus Yahya, penyimpangan sejarah itu harus dikoreksi dan itu menjadi tugas PBNU. “Saya kira menjadi kewajiban dari PBNU untuk meluruskan ini. Dan apabila memang ditemukan bahwa materi-materi ini kemudian dibawa masuk ke lembaga-lembaga pendidikan NU, maka harus dicabut,” ucapnya.
Dalam pantauan NU Online di dalam forum, sebelum konferensi pers, Ketua RMI PBNU KH Hodri Ariev mengatakan bahwa sebelum pleno ada perbincangan tentang respons atas beredarnya buku yang menyimpang dari sejarah NU yang sebenarnya.
“Kemudian ada juga beberapa narasi baik dalam bentuk tertulis maupun video yang juga beredar,” katanya.
Kemudian dalam pertemuan sebelum pleno Ketua Umum PBNU mengamanahkan kepada RMI PBNU bersama Ma’arif untuk melakukan investigasi, penyelidikan, dan membuat laporan secepatnya.
“Kemudian yang kedua, RMI PBNU dan Ma’arif juga diberi amanah untuk menyusun secara official (sejarah) NU,” imbuh Kiai Hodri.
Gus Ipul, sapaan akrab H Saifullah Yusuf, sejurus kemudian langsung menawarkan usulan itu kepada forum untuk disepakati sebagai sebuah keputusan organisasi. “Setuju, ya?” tanya Gus Ipul, yang memimpin sidang pleno.
“Setuju,” jawab para peserta, kompak. Gus Ipul pun mengetok palu sebagai tanda pengesahan.
Sebagai informasi, PBNU menggelar pleno di Hotel Bidakara Jakarta, pada Sabtu-Ahad, 27-28 Juli 2024/20-21 Muharam 1446 H. Pleno PBNU dihadiri para pengurus PBNU bagian syuriyah, tanfidziyah, a’wan, ketua-ketua lembaga, dan badan otonom.