Kegiatan

SAMBUTAN KETUA PCNU KABUPATEN KUNINGAN

Pada Acara Halal Bihalal Keluarga Besar NU

Highland 17 April 2025
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah mempertemukan kita dalam suasana penuh berkah dan kebahagiaan ini. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Yang saya hormati, para masyayikh, para alim ulama, jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah PCNU Kabupaten Kuningan, para pimpinan lembaga dan badan otonom NU, serta seluruh Keluarga Besar Nahdlatul Ulama yang saya cintai dan saya banggakan.
Hari ini, kita berkumpul dalam nuansa Syawal—bulan saling memaafkan, mempererat silaturahmi, dan memperkuat ukhuwah. Acara Halal Bihalal ini menjadi momentum untuk memperteguh komitmen kita sebagai warga NU: menjaga nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah, mempererat persaudaraan (ukhuwah Islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah), serta menguatkan peran NU dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kita bersyukur bahwa NU di Kabupaten Kuningan terus tumbuh dan berkontribusi nyata, baik dalam pendidikan, sosial, ekonomi keumatan, maupun kebudayaan. Namun, ke depan tantangan kita juga tidak ringan—di tengah dinamika sosial politik, disrupsi teknologi, dan kebutuhan umat yang semakin kompleks.
Karena itu, melalui momentum Halal Bihalal ini, mari kita satukan langkah, perkuat koordinasi, dan terus bergandengan tangan agar NU senantiasa hadir memberi manfaat dan solusi.
Kita baru saja melewati bulan Ramadhan, bulan tarbiyah ruhaniyyah. Kini Syawal telah datang, membawa makna tazkiyah dan tajdid — pensucian dan pembaruan. Sebagaimana namanya, Syawal berasal dari kata syāla-yasyūlu yang berarti meningkat. Maka, bulan ini adalah ajakan langit untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman kita.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Maka mari kita mulai dari diri kita sendiri. Apa yang telah dilatih di Ramadhan—sabar, disiplin, kejujuran, kepedulian, dan ketundukan kepada Allah—semestinya berlanjut di bulan Syawal dan seterusnya.
Ini bukan sekadar hitungan matematika pahala, tetapi isyarat bahwa ibadah tidak boleh berhenti di Ramadhan. Ramadhan bukan titik akhir, melainkan titik tolak. Syawal adalah panggilan untuk terus bergerak, berbuat, dan berkontribusi. Kalau Ramadhan ibarat sekolah kehidupan, maka Syawal adalah masa ujian di lapangan. Ramadhan mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dalam suasana terkontrol—tidak makan, tidak minum, dan menahan amarah. Tapi Syawal menguji kita dalam kehidupan nyata, saat kita kembali ke dunia kerja, ke hiruk pikuk sosial, dan ke godaan yang lebih terbuka.
Imam al-Ghazali berkata:
“Setelah engkau membersihkan hati di bulan Ramadhan, jangan biarkan ia ternoda kembali di bulan Syawal.”
Filsuf Muslim, Ibn Miskawayh, dalam Tahdzib al-Akhlāq, menulis bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kemampuannya menjaga akal dan jiwanya tetap harmonis. Ramadhan melatih jiwa, dan Syawal membuktikan hasil latihannya.
Ada sebuah maqolah indah:
“Laisa al-‘îdu liman labisal jadîd, innamâ al-‘îdu liman thâ’atuhu tazîd” “Hari raya bukanlah bagi mereka yang berpakaian baru, tapi bagi mereka yang ketaatannya bertambah.”
Inilah yang menjadi semangat Nahdlatul Ulama: ketaatan yang meningkat, kebersamaan yang kokoh, dan keikhlasan dalam melayani umat. Karena NU bukan hanya organisasi, tapi gerakan hati dan amal yang berakar dari tradisi ulama, pesantren, dan budaya luhur bangsa.
Kita, sebagai keluarga besar NU Kabupaten Kuningan, harus menjadikan Syawal sebagai bulan konsolidasi kebersamaan dan kebangkitan kontribusi. Bukan sekadar bersilaturahmi, tetapi mengikat tekad untuk terus membersamai umat.
Mari kita jaga ukhuwah kita. Jangan biarkan perbedaan pandangan memecah kita. Sebab, kata Gus Dur:
“Tidak penting apa pun organisasi kita, yang penting bagaimana kita bekerja untuk rakyat.”
Dan pesan bijak Bung Karno:
“Jangan mewarisi abu dari tradisi, tapi warisilah apinya. Karena yang membuat hidup adalah semangatnya, bukan abunya.”
Mari kita warisi semangat perjuangan NU: membumi, membela yang lemah, menjaga akidah, dan merawat kebhinekaan. Dari Syawal ini, mari bangkit bersama—menuju NU yang lebih kuat, umat yang lebih mandiri, dan bangsa yang lebih bermartabat.
NU di Kuningan harus terus menjadi garda terdepan dalam dakwah yang menyejukkan, pendidikan yang mencerdaskan, dan gerakan sosial yang memberdayakan. Dan semua itu dimulai dari kita—dari komitmen pribadi, dari kekompakan kolektif, dari semangat baru yang lahir di bulan Syawal ini.
Mari kita jadikan Syawal sebagai bulan memperkuat tekad:
● Tekad untuk terus belajar,
● Tekad untuk lebih bermanfaat,
● Tekad untuk menjadikan NU sebagai rumah besar yang mengayomi dan menumbuhkan.
Bulan Syawal mengajarkan kita bahwa ibadah bukan hanya ritual, tapi berlanjut dalam perilaku, komitmen sosial, dan kontribusi terhadap masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seolah ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim).
Ini bukan hanya soal hitungan pahala, tapi pesan moral agar semangat kebaikan terus berjalan, bahwa setelah latihan rohani, kita mesti turun ke gelanggang nyata: membantu sesama, memberdayakan umat, dan membangun bangsa.
Syawal juga menjadi momen penting untuk memperkuat sinergi. PCNU Kabupaten Kuningan siap beriringan dengan Pemerintah Daerah, bahu-membahu mengawal visi besar: “Kuningan Melesat”—maju, lestari, sejahtera, dan bermartabat.
Kita percaya bahwa pembangunan tidak hanya membutuhkan infrastruktur fisik, tapi juga infrastruktur moral dan spiritual. Di sinilah NU mengambil peran: mendidik umat, menjaga nilai, memelihara harmoni sosial, dan menyebarkan semangat kebersamaan.
“Al-ummah ka safinatin nuh, man rakibaha najā, wa man takhallafa gharīq.” “Umat ini seperti kapal Nuh; siapa yang menaikinya akan selamat, dan siapa yang berpaling darinya akan tenggelam.”
Maka mari kita jaga kapal besar ini: Kuningan. Kita isi dengan nilai, kita jaga dari konflik, kita pacu dengan semangat kolaborasi—agar benar-benar melesat, tidak hanya dalam angka-angka statistik, tapi dalam kualitas kehidupan warganya.
Sebagaimana kata Bung Karno:
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memikul cita-cita yang besar.”
Dan NU akan terus menjadi mitra kritis dan konstruktif—bukan hanya mengawal, tapi ikut menjemput masa depan.
Penutup: Kembali ke Jati Diri
Mari kita jadikan halal bihalal ini sebagai ruang untuk saling menguatkan. NU, Pemda, tokoh masyarakat, dan seluruh elemen bangsa harus terus bergandengan tangan. Perbedaan bukan alasan untuk menjauh, tapi peluang untuk saling mengisi.
“Kita boleh beda bendera, asal merah putihnya sama.” (KH. Abdurrahman Wahid – Gus Dur)
“Agama dan pemerintahan ibarat dua saudara kembar; agama adalah pondasinya, pemerintahan adalah pelindungnya.” (Imam al-Ghazali)
PCNU Kuningan siap menjadi penjaga nilai dan penjaga harmoni. Karena kita sadar, daerah akan melesat jika rakyat, ulama, dan pemerintahnya berjalan seiring dalam visi yang sama. Inilah semangat ukhuwah diniyyah, ukhuwah wathaniyyah, dan ukhuwah insaniyyah yang terus kami rawat.
Mari kita isi Syawal ini dengan tekad yang kuat:
● untuk menjaga warisan ulama,
● membumikan nilai-nilai Islam yang ramah,
● menguatkan organisasi NU secara struktural dan kultural,
● dan mendorong NU agar digdaya secara ilmu, sosial, ekonomi, dan digital.
Sebagaimana pesan Gus Dur:
“NU itu rumah besar, dan kita harus merawatnya dengan cinta.”
Dan sebagaimana pesan Al-Qur’an:
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Akhirnya, atas nama PCNU Kabupaten Kuningan, kami mengucapkan: Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Minal ‘aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga NU Kuningan makin kuat, makin solid, dan makin dirasakan manfaatnya untuk umat dan bangsa.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button